Dalam budaya perkerisan di Indonesia adalah penamaan ragam
bentuk, model, atau tipe keris. Keris, senjata tradisional Indonesia dan beberapa
negara Asia Tenggara, dibuat dalam aneka macam bentuk atau dapur. Pujangga
Besar Ronggowarsito mencatat ada 560 dapur keris. Sementara itu Sir Stamford
Raffles dalam buku The History of Java (1817) menyebutkan ada 41 dapur keris
yang baku. Sementara itu buku peninggalan Sri Paku Buwono X dari Surakarta
menyebut 218 dapur keris.
Dapur keris yang terkenal di antaranya adalah Tilam Upih,
Tilam Sari, Brojol, Pulanggeni, Sepang, Cengkrong, Kalamisani, Mahesa Lajer,
Kidang Soka, Carita, Sempana, Sabuk Inten, Singabarong, Sengkelat, Kanda
Basuki, dan Nagasasra.
Selain itu ada pula dapur keris yang tidak baku bentuknya,
yang merupakan kreasi pembuatnya. Dapur keris semacam ini tidak tercatat pada
buku-buku keris, karena biasanya empu pembuatnya bukan seorang empu ternama.
Empu-empu ternama jarang membuat keris di luar bentuk-bentuk yang baku.
Untuk menentukan nama dapur keris, lebih dahulu orang harus
menghitung jumlah luk atau kelokan bilahnya, mengamati bentuk bagian-bagian
keris itu. Perlu diketahui, sebilah keris dapat berbentuk lurus, atau mempunyai
luk.
Jumlah luknya selalu gasal, mulai dari luk tiga, sampai di
atas tiga puluh. Namun, pada keris yang dianggap baku, jumlah luknya paling
banyak dua puluh lima.
Dua keris yang sama nama dapurnya tentu mempunyai bentuk
yang sama, walaupun merka dibuat di tempat yang berlainan dan pada jaman yang
berbeda. Keris dapur Sabuk Inten buatan Kerajaan Majapahit sekitar tahun
1400-an akan sama bentuknya dengan kteris dapur Sabuk Inten buatan Kerajaan Surakarta
sekitar tahun 1900-an.
Selain dibedakan menurut nama dapurnya, sebilah keris
biasanya juga diberi nama panggilan, dan kadang-kadang diberi gelar. Misalnya,
keris Kanjeng Kiai Ageng Kopek, Kanjeng Kiai Jaka Piturun milik Keraton
Kesultanan Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar